Desa Wisata dan Peran Masyarakat

Sejalan dengan mengemukanya agenda pembangunan pariwisata berkelanjutan (sustainable tourism development) sebagai respon atas kepedulian yang semakin tinggi akan lingkungan, serta nilai manfaat pariwisata bagi masyarakat, maka dalam konteks pengembangan kepariwisataan muncul konsep wisata alternatif (alternative tourism) sebagai bentuk penyeimbang atas dominannya perkembangan wisata massal (mass tourism) dalam ranah pengembangan produk kepariwisataan.


Salah satu bentuk wisata alternatif yang menyentuh langsung kepada masyarakat dan secara signifikan dapat mengurangi kecenderungan fenomena urbanisasi masyarakat dari desa ke kota adalah pengembangan wisata pedesaan (village tourism) yang berbasis pada pemanfaatan potensi desa dengan segala entitas masyarakat, alam, dan budaya yang ada di dalamnya sebagai kekuatan daya tarik wisata.

Lebih dari satu dekade terakhir, pengembangan wisata pedesaan dan desa wisata berjalan begitu pesat dan menyebar di hampir seluruh wilayah provinsi di Indonesia, terlebih dengan adanya dorongan program PNPM Mandiri Pariwisata, banyak desa wisata baru bermunculan di berbagai daerah yang mencoba untuk menangkap peluang perkembangan kepariwisataan serta minat pasar untuk mencari destinasi wisata alternatif diluar destinasi- destinasi populer yang sudah banyak dikenal dalam konteks wisata massal (mass tourism) dan wisata konvensional.

1.Desa dan Wisata Pedesaan.

Desa adalah suatu wilayah geografis memiliki sumberdaya geografi yang terdiri dari iklim, bentang alam baik pegunungan ataupun pantai (unsur alam) dan sumberdaya sejarah dan budaya (unsur kebudayaan). Sumber-sumber geografi di pedesaan merupakan unsur pembentuk daya tarik wisata sehingga diminati oleh orang untuk menikmati keindahan dan keunikannya. Kedatangan orang dari luar desa untuk menikmati keindahan dan keunikan desa dikenal dengan kegiatan wisata atau yang lebih luas disebut kegiatan pariwisata. Desa dengan  sumberdaya berkembang atau dikembangkan menjadi tujuan perjalanan wisata disebut dengan Desa Wisata yang kegiatanya disebut wisata pedesaan.

Wisata Pedesaan atau village tourism telah dikenal secara luas sebagai salah satu bentuk produk wisata yang dikembangkan di kawasan atau area pedesaan (country side) di berbagai tempat di dunia, sebagai bentuk kegiatan wisata yang membawa wisatawan pada pengalaman untuk melihat dan mengapresiasi keunikan kehidupan dan tradisi masyarakat di pedesaan dengan segala potensinya.

Desa wisata dalam konteks wisata pedesaan dapat disebut sebagai aset kepariwisataan yang berbasis pada potensi pedesaan dengan segala keunikan dan daya tariknya yang dapat diberdayakan dan dikembangkan sebagai produk wisata untuk menarik kunjungan wisatawan ke lokasi desa tersebut.

Bentuk-bentuk kegiatan pariwisata di pedesaan (wisata alternatif) perlu menjadi perhatian penting dalam pengembangan daya tarik wisata di Indonesia, khususnya terkait dengan keragaman budaya dan keunikan alam. Sejalan  dengan pemikiran tersebut, maka pengembangan wisata pedesaan (village tourism) atau desa wisata (tourism village) sebagai aset pariwisata menjadi alternatif yang dipandang sangat strategis untuk menjawab sejumlah agenda dalam pembangunan kepariwisataan. (kriteria pengembangan desa wisata, stupa 2014). sebagai aset pariwisata menjadi alternatif yang dipandang sangat strategis untuk menjawab sejumlah agenda dalam pembangunan kepariwisataan.

Salah satu bentuk wisata alternatif yang menyentuh langsung kepada masyarakat dan secara signifikan dapat mengurangi kecenderungan fenomena urbanisasi masyarakat dari desa ke kota adalah pengembangan wisata pedesaan (village tourism) yang berbasis pada pemanfaatan potensi desa dengan segala entitas masyarakat, alam, dan budaya yang ada di dalamnya sebagai kekuatan daya tarik wisata.

Oleh karenanya sebuah desa yang berkembang atau dikembangkan menjadi desa wisata tentu harus mampu menyiapkan diri menjadi tempat tujuan wisata, terutama masyarakat desa dan unsur-unsur penunjangnya.

2. Desa Wisata dan Peran Masyarakat

Desa wisata adalah suatu wilayah dengan luasan tertentu dan memiliki potensi keunikan daya tarik wisata yang khas dengan komunitas masyarakatnya yang mampu menciptakan perpaduan berbagai daya tarik wisata dan fasilitas pendukungnya untuk menarik kunjungan wisatawan, termasuk didalamnya Kampung Wisata karena keberadaannya di daerah kota, seperti: Kampung Dipowinatan (Yogyakarta), Kampung Sindang Barang (Bogor), Kampung Jambangan (Surabaya), dan Kampung Setu Babakan (Jakarta).

Selain menikmati, menginap, dan melakukan aktifitas seperti yang dilakukan oleh masyarakat setempat, terdapat pula desa wisata yang bersifat hanya sebagai objek dimana wisatawan berkunjung hanya untuk melihat/ menikmati daya tarik wisata dominan setempat tanpa melakukan aktifitas/ produk lokal yang dapat memperpanjang lama kunjungan di desa tersebut, seperti: Desa Kasongan (Bantul, Yogyakarta), Desa Tomok (Samosir, Sumatera Utara), Desa Kanekes (Banten), dan Desa Pallawa (Bone, Sulawesi Selatan).

Desa yang berkembang atau dikembangkan menjadi desa wisata tentu merupakan suatu proses adaptasi secara sosial budaya yang berjalan tidak sebentar, namun memerlukan pengkondisian terutama bagi perilaku masyarakat yang mungkin berasal dari lingkungan sosial budaya agraris tradisional atau pesisir maritim tradisional, kemudian diperkenalkan dengan sebuah bentuk aktivitas baru yaitu sektor jasa yang sangat lekat dengan unsur pelayanan.

Keberhasilan pariwisata di pedesaan sangat ditentukan oleh bagaimana desa wisata sebagai lokasi geografis aktivitas wisata dapat memberikan pengalaman wisata yang baik bagi pengunjung (wisatawan). Pengalaman wisata pengunjung (wisatawan) tercipta dari bagaimana desa wisata mampu mengemas sumberdaya pedesaan yang ada (unsur daya tarik fisik, program acara / even desa, paket wisata desa dan masyarakat desa) menjadi produk wisata unggulan khas bagi desa wisata tersebut.

Untuk mengembangkan produk wisata pedesaan tentu peran pelaku (manusia) sebagai sumberdaya manusia menjadi penting, terutama dalam menciptakan sistem dan memberikan pelayanan kepada para tamu sehingga mereka (para tamu) memperoleh pengalaman wisata yang baik.

Memberikan layanan yang baik bagi para tamu (wisatawan) di desa wisata merupakan proses pengembangan perilaku masyarakat desa agar lingkungan pedesaan

3.Membangun Karakter Masyarakat

Perubahan sosial budaya yang mencakup perubahan nilai dan struktur masyarakat sebetulnya tidak terjadi dengan seketika, dan tidak semua segmen masyarakat terkena pengaruh secara bersamaan. Waktu, jumlah orang yang terlibat, dan intensitas interaksi sosial akan menentukan perubahan budaya. Semakin lama interaksi sosial antara dua budaya yang berbeda, akan semakin besar pula kecenderungan terjadinya perubahan budaya. Semakin banyak orang yang terlibat dalam interaksi tersebut, maka potensi perubahan nilai-nilai dalam masyarakat akan semakin tinggi. Dan orang-orang yang paling intensif berhubungan adalah orang-orang yang pertamakali akan mengalami perubahan nilai. Para ahli antropologi dan sosiologi meyakini bahwa kebudayaan bersifat dinamis, sehingga pasti akan mengalami perubahan-perubahan. Saat terjadi perubahan, tidak semua wujud kebudayaan tersebut berubah secara serentak.

Aktivitas pariwisata adalah fenomena hubungan antara tuan rumah dengan tamu (hosts-guests relation) yang juga berarti kontak budaya. Oleh karena itu, aspek pertama yang akan mengalami perubahan adalah material system, seperti pakaian, peralatan, dan benda-benda material lainnya. Perubahan selanjutnya terjadi pada social system atau sistem hubungan dalam pertemanan, keluarga, pertetanggaan, pekerjaan, dan sebagainya. Setelah itu, barulah akan terjadi perubahan pada cultural system.

Fungsi utama dari budaya sebetulnya adalah sebagai alat untuk beradaptasi dengan lingkungan alam dan untuk membuat masyarakat yang bersangkutan menjadi tertata. Budaya yang awalnya hanya untuk memenuhi kebutuhan fisik dan psikis masyarakat, kemudian menjadi tontonan atau atraksi wisata. Hal ini akan menimbulkan penafsiran dan penilaian terhadap penggunaan budaya “yang sudah tidak sesuai dengan porsinya.”

Penerimaan masyarakat setempat sangat penting bagi keberhasilan pariwisata. Jika masyarakat tidak mendukung pariwisata atau jika hubungan dengan Pengelola Destinasi Pariwisata tidak baik, mereka mungkin akan bersikap tidak ramah terhadap wisatawan. Sehingga dengan menyadari akan pentingnya peran masyarakat dalam mengembangkan pariwisata pedesaan, serta didasari oleh kebutuhan akan layanan yang dapat memberikan pengalaman wisata yang baik, maka pembentukan sikap perilaku  masyarakat desa menghadapi para tamu menjadi unsur yang sangat penting dipersiapkan.

Pendekatan yang selama ini digunakan oleh Kementrian Pariwisata dalam membangun karakter masyarakat desa menjadi lebih menerima dan mau melayani terhadap para wisatawan yang datang ke desa tersebut dinamakan program sadar wisata, yang di dalamnya menyatu dengan tujuh indikator yang dapat menjadikan suatu destinasi pariwisata menjadi mempesona. Tujuh indikator tersebut dinamakan Sapta Pesona (7 pesona).

4. Masyarakat Sadar  Wisata

Merupakan suatu kondisi yang menggambarkan partisipasi dan dukungan segenap komponen masyarakat dalam mendorong terwujudnya iklim yang kondusif bagi tumbuh dan berkembangnya kepariwisataan di suatu destinasi atau wilayah. Masyarakat desa yang bertransformasi menjadi masyarakat yang paham akan makna pentingnya pengembangan pariwisata di daerahnya merupakan proses pengembangan budaya yang sangat didasari oleh kepentingan kolektif secara bersama-sama untuk memajukan desanya dan bukan menjadi kepentingan individu saja.

Sumber : Kemendesa

0/Post a Comment/Comments

Lebih baru Lebih lama