Citra Diri Pendamping Desa | Pengertian dan Konsep Citra Diri

Postingan ini dikutip dari Bahan Bacaan Peningkatan Kapasitas PD dan PLD penulis Ibe Karyanto

Dalam berbagai kesempatan sering terdengar keluhan dari Pendamping Desa dan Pendamping Lokal Desa (selanjutnya dalam tuisan ini hanya disebut Pendamping Desa) terkait dengan tugasnya. Pendamping Desa acap kali merasa diri kewalahan menghadapi tugas administratif yang tidak jarang penugasannya datang tiba-tiba dan hampir bersamaan antara kebutuhan satu dengan lainnya. Meskipun keluhannya sama, namun alasan mengeluhnya berbeda-beda. Sebagian mengeluh karena kewalahan menata kelola tugas-tugas administratif yang beragam dalam waktu yang relatif singkat. Sebagian lain merasa tugas administratif yang banyak dan beragam sering menyita waktu, sehingga tidak ada kesempatan untuk menjalankan tugas pokoknya yang lain dalam mendampingi masyarakat desa.


Pada kesempatan yang lain, juga tidak jarang terdengar cerita dari beberapa pihak yang merasa prihatin dengan sebagian Pendamping Desa yang kurang menunjukkan tampilan kinerja (performance) yang baik dan optimal. Alasan yang diceritakan tentang hal ini pun beragam. Beberapa pihak menceritakan alasannya karena keterbatasan pengetahuan Pendamping Desa dalam hal yang berkaitan dengan peran dan tugasnya sebagai pendamping masyarakat. Sebagian lain menjelaskan lemahnya kinerja Pendamping Desa disebabkan oleh keterbatasan keterampilan Pendamping Desa dalam menata kelola kerja-kerja pendampingannya. Ada juga cerita tentang Pendamping Desa yang cenderung bersikap minimalis dan, bahkan, tidak cukup peduli dengan kewajibannya dalam menjalankan tugas-tugas pokoknya.

Di antara cerita itu, tidak sedikit juga hasil evaluasi kinerja yang memperlihatkan performa Pendamping Desa yang mampu menunjukkan komitmen dan kinerja optimal. Meskipun bukan berarti para Pendamping Desa tersebut tidak memiliki keluhan, tidak merasakan beban berat dalam menjalankan tugas. Namun dari performa yang ditampilkan bisa dimengerti bahwa para Pendamping Desa tersebut mampu mengelola secara baik antara tanggungjawab dalam menjalankan tugas dengan kebutuhannya dalam menyelesaikan persoalan dan memenuhi kebutuhan pribadinya. Bahkan dari performa yang intens dan konsisten dapat dibaca kedalaman komitmen keberpihakannya pada desa. Performa Pendamping Desa seperti itu dapat dibaca dari hasil evaluasi atas catatan dan dokumen pendampingan. Dokumentasi praktik baik kinerja beberapa Pendamping Desa dapat dilihat di akun kanal Youtube mereka.

Kisah-kisah tersebut menggambarkan bagaimana setiap orang memiliki persepsi tentang citra pendamping desa. Persepsi tentang citra pendamping desa berkaitan dengan apa yang  disebut sebagai konsepsi diri, yaitu persepsi atau penilaian seseorang, individu tentang diri pribadinya yang diperoleh atau depangaruhi dari hasil interaksinya dengan lingkungan sekitar sejak dari masa kecil. Seorang psikolog, Carl Rogers, membedakan ada tiga bagian dalam konsep diri, yaitu diri ideal (self ideal), citra diri (self image), dan harga diri (self esteem). Diri ideal adalah diri pribadi yang digambarkan secara ideal, seperti yang dicita-citakan. Citra diri adalah gambaran tentang diri pribadi sesuai dengan peran, sikap, dan tindakannya sehari-hari. Sedangkan harga diri berhubungan dengan sikap atau cara seseorang dapat menerma dan menghargai diri sendiri.

Teori konsep diri tersebut dapat menjadi cara pandang yang membantu pendamping desa dalam mengenali atau menilai citra dirinya sebagai pendamping desa. Persepsi tentang citra diri pendamping desa dapat dikenali dari tiga konsepsi yaitu konsep citra diri normatif, konsep citra diri aktual (actual self image), dan citra diri ideal.

Konsep Citra Diri Normatif 

Siapa sejatinya Pendamping Desa? Kalau saja pertanyaan itu muncul dari orang yang baru pertama kali mendengar sebutan Pendamping Desa, barangkali jawabanya cukup dengan mengutip arti per definisi dari Pendamping Desa. Pendamping Desa adalah bagian dari Tenaga Pendamping Profesional yang “bertugas mendampingi desa dalam penyelenggaraan desa, kerja sama desa pengembangan BUM Desa, dan pembangunan yang berskala lokal desa” (Pasal 129, ayat 1.a. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UndangUndang Desa (PP 43/2014).

Pendamping Desa menunjuk pada suatu profesi yang diakui dapat membantu pemerintah, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kementerian Desa PDTT) dalam menjalankan tugas pokok pendampingan masyarakat desa. Istilah “membantu” dalam perspektif struktur kesatuan tugas merupakan tindakan yang merepresentasikan performa yang dibantu, yaitu negara atau pemerintah yang dalam hal ini adalah Kementerian Desa PDTT. Penegasan itu tertuang di Pasal 128 PP 43/2014.

Pendamping Desa sebagai tenaga profesional adalah pribadi-pribadi pilihan hasil rekrutmen yang memiliki kualifikasi dan kompetensi minimum sebagaimana yang ditentukan sebagai syarat pendaftaran seleksi Pendamping Desa. Melihat tugas pokok dan tanggungjawab Pendamping Desa sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Desa PDTT Nomor 40 Tahun 2020, syarat kualifikasi minimum sejatinya masih merupakan ketentuan adminstratif yang masih jauh dari kompetensi yang dibutuhkan. Keluasan dan kedalaman tugas pokok dan tanggungjawab Pendamping Desa hanya mungkin dikerjakan oleh tenaga pendamping yang benar-benar profesional, yaitu pribadi yang memiliki kemampuan khusus untuk dapat menyelesaikan secara efektif pekerjaan di bidangnya. Kemampuan profesional Pendamping Desa hanya mungkin dilihat atau dinilai dari kinerja ketika berhadapan dengan tugas yang harus dikerjakan.

Secara struktural Pendamping Desa merupakan profesi tak terpisahkan dari profesi lain dalam kelembagaan Kementerian Desa PDTT. Dalam beberapa kesempatan Menteri Desa PDTT secara verbal menegaskan bahwa Pendamping Desa merupakan “anak kandung” Kementerian Desa PDTT. Ungkapan verbal tentang “anak kandung” tersebut secara implisit merupakan pengakuan tentang keberadaan Pendamping Desa sebagai unit kerja yang menjadi bagian dari kesatuan keluarga besar Kementerian Desa PDTT yang memiliki kewajiban dan hak yang sama dengan unit kerja lain. Posisi struktural tersebut menunjukkan bahwa Pendamping Desa merupakan pelaksana tugas Menteri Desa sebagai pimpinan tertinggi dalam lembaga. Karena itu dalam struktur tata kelola, Pendamping Desa adalah sama dengan unit-unit kerja lain dalam Kementerian Desa PDTT. Pola relasi struktural tersebut menunjukkan bahwa kehadiran Pendamping Desa di setiap desa merupakan penanda atau merepresentaskan kehadiran lembaga induk semangnya, yaitu Kementerian Desa PDTT.

 Penjelasan di atas merupakan konsepsi normatif citra dir pendamping desa, yaitu konsepsi yang dibangun berdasarkan ketaatan pada suatu sumber yang dianggap memiliki otoritas, baik berupa teks peraturan perundangan yang berlaku maupun dari pernyataan orang yang dianggap memiliki otoritas kekuasaan. Konsepsi citra diri normatif adalah konsepsi yang menggambarkan kesadaran normatif, yaitu kesadaran yang hanya bergantung pada otoritas kekuasaan atau pada ketentuan aturan perundangan yang berlaku. Individu dengan kesadaran normatif hanya akan tergerak kalau ada perintah. Misalnya, pendamping desa yang berkesadaran normatif, dari sisi struktural sebagai bagian dari kerja kelembagaan maka pendamping yang berkesadaran normatif akan tampak loyal pada satuan kelebagaannya. Tapi pada sisi lain, dalam interaksi harian dengan masyarakat, pendamping tersebut tidak akan mudah tergerak oleh persoalan lain di sektarnya.

Baca juga : Pentingnya sertifikasi profesi Tenaga Pendamping Profesional

Konsep Citra Diri Aktual

Konsep citra diri aktual adalah persepsi seseorang yang memandang dirinya dalam kenyataan sehari-hari. Konsep ini berkait dengan bagaimana seorang pendamping desa menilai sikap, tindakan dan kinerja dirinya secara obyektif dalam kehidupan sehari-hari. Secara kualitatif penilaian diri obyektif merupakan penilaian yang dilakukan secara jernih dan jujur untuk memperoleh gambaran kualitas diri sesuai dengan apa adanya saat itu.

Konsep citra diri aktual ini sering dihadapkan dengan citra diri ideal sebagai suatu konsep citra diri yang dicita-citakan. Karena itu mengenali citra diri aktual merupakan refleksi yang penting bagi individu untuk menyadari seperti apa pribadinya saat ini di tengah lingkungannya, apa yang sudah dilakukan untuk perkembangan diri dan lingkungannya. Kesediaan melakukan refleksi pengenalan diri aktual merupakan momen bagi seorang pendamping desa, untuk bisa melihat perannya dalam spektrum yang lebih luas dan memaknai lebih dalam setiap perasaan, sikap, dan tindakannya.

Melalui refleksi diri aktual, setiap individu, pendamping desa misalnya, dapat mengenali seberapa jauh perkembangan dirinya dalam mengaktualisasi integritas dan kemampuannya dalam menjalankan tugas dan peran sebagai pendamping desa. Ukuran penilaian yang digunakan untuk mengenali perkembangan aktualisasi diri adalah persepsi individu yang bersangkutan tentang citra dirinya yang ideal. Tidak jarang dalam penilaian diri yang kurang jernih, seseorang akan mempersepsikan secara tumpang tindih antara citra diri aktual dengan citra diri yang diidealkan. Persepsi yang demikian kemungkinan akan mejadikan seorang pendamping dapat bersikap berlebihan terhadap dirinya dengan menganggap drinya adalah pribadi yang sudah ideal. 

Seseorang dengan persepsi begitu pada suatu momen tertentu bisa jadi akan bermasalah dengan dirinya sendiri apabila tidak bisa menerima pada kenyataan dirinya tidak seperti gambaran diri yang diidealkan. Hanya pribadi yang dewasa yang mampu mendamaikan antara dirinya yang aktual, seperti apa adanya sekarang dengan gambaran dirinya yang diidealkan. Pribadi yang dapat mendamaikan dirinya adalah pribadi yang dapat menempatkan citra diri ideal sebagai visi aktualisasi pribadi.

Sekalpun refleksi pengenalan diri aktual penting, namun tidak setiap pendamping desa memberikan perhatian pada momen itu. Bisa jadi ada pendamping desa yang tidak pernah melakukan refleksi pengenalan dirinya karena memang belum tahu manfaat pentingnya. Bisa juga, ada pendamping desa yang sudah paham manfaat pentingnya refleksi pengenalan diri, tapi enggan melakukannya. Keengganan bisa saja muncul karena memang tidak peduli atau secara sadar menganggap sudah cukup sekadar menjalankan perannya sesuai petunjuk yang berlaku. Pendamping desa tersebut menampilkan citra aktualnya sebagai pribadi yang digerakkan oleh kesadaran normatif. Tentu saja pilihan sikap tersebut tidak keliru, hanya saja sikap tersebut menunjukkan kualifikasi kinerja minimalis atau kualifikasi dengan standar “yang penting sudah bisa menjalankan perintah tugas”.

Konsep Citra Ideal

Dalam psikologi dikenal suatu pendekatan tentang konsep diri ideal (ideal self image), yaitu cara bagaimana seseorang mempersepsikan dirinya yang ideal atau yang dicita-citakan. Masing-masing orang memiliki persepsi gambaran ideal tentang dirinya dan berkecenderungan untuk mewujudkan gambaran ideal yang dibangunnya sendiri. Istilah itu kita pinjam sebagai cara pandang untuk menggambarkan konsepsi citra ideal Pendamping Desa. Konsepsi citra ideal Pendamping Desa berikut berangkat dari persepsi (mengenali, menyusun, menafsirkan) pandangan banyak pihak, terutama Kementerian Desa PDTT, tentang berbagai pengetahuan yang dibaca, didengar maupun apa yang dirasakan dicecap dari pengalaman. Dengan demikian yang dimaksudkan citra ideal Pendamping Desa adalah gambaran diri yang dipersepsikan dari pandangan berbagai pihak eksternal tentang “diri ideal” Pendamping Desa atau gambaran ideal tentang keberadaan (existence) Pendamping Desa. 

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan arti “ideal” adalah, sesuai dengan yang dicita-citakan, diangan-angankan atau dikehendaki.

Kamus Besar Bahasa Indonesia menjelaskan arti “ideal” adalah, sesuai dengan yang dicita-citakan, diangan-angankan atau dikehendaki. Citra ideal Pendamping Desa merupakan persepsi tentang mutu mentalitas yang harus dimiliki oleh Pendamping Desa. Mutu mentalitas itu diharapkan tampak dalam sikap Pendamping Desa. Sikap yang dimaksud adalah pernyataan dan tindakan yang mencerminkan tanggapan, pandangan atau keyakinan seseorang terhadap suatu obyek yang dalam hal ini adalah kualitas kinerja Pendamping Desa. Sikap dapat dinyatakan baik secara verbal maupun dalam tindakan konkret. Sikap Pendamping Desa yang dinilai bermutu adalah ungkapan dan tindakan yang menunjukkan pandangan positif terhadap keberadaan “diri” Pendamping Desa..

Mempersepsikan citra ideal Pendamping Desa adalah menggambarkan pengertian tentang manusia yang bekerja untuk mendampingi seisi desa. Bekerja, dalam hal ini memiliki makna yang lebih mendalam dari sekadar perbuatan untuk melakukan perintah. Bekerja merupakan penanda khas tindakan bebas manusia sebagai mahkluk berakal budi dalam menentukan pilihan cara untuk memenuhi kebutuhan alamiahnya. Dengan bekerja, manusia tidak hanya memenuhi kebutuhn dirinya, tetapi juga mengubah lingungannya menjadi lebih bermakna. Petani memenuhi kebutuhan hidupnya dengan menggarap lahan, menanam benih. Dengan mengolah tanah, petani menata lingkungan alam menjadi lebih aman dan nyaman. Hasil produksi petani dari olahan benih memberikan manfaatn bagi banyak orang. Demikian halnya, setiap Pendamping Desa sudah semestinya menyadari bahwa keberadaannya sebagai tenaga pendamping profesional merupakan pilihannya sendiri yang dilakukan secara bebas. Bagamana kemudian pilihan bebas itu tidak hanya bermanfaat untuk dirinya sendiri, tapi juga sekaligus bermakna bagi orang banyak, bagi desa yang didampingi?

Hal itu bergantung pada bagaimana sikap setiap Pendamping Desa dalam menguatkan kesanggupannya untuk dapat seoptimal mungkin mendekati citra idealnya sebagai Pendamping Desa. Persepsi citra ideal Pendamping Desa dibutuhkan sebagai orientasi atau arah tujuan peningkatan performa atau kinerja Pendamping Desa. Persepsi citra ideal Pendamping Desa merupakan konsepsi ideal suatu profesi yang dapat dikenali dari berbagai aspek yang saling menunjang.

Berikut merupakan aspek kualitatif yang klasifikasinya diturunkan dari pengetahuan dan pengalaman yang memengaruhi bangunan persepsi citra ideal Pendamping Desa..... 

 .... BERSAMBUNG : Citra Diri Pendamping Desa | 5 Aspek Citra Ideal Pendamping Desa

1/Post a Comment/Comments

  1. Jati diri "community organizer" sebaiknya berubah menjadi "village organizer".

    BalasHapus

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama